Sinopsis Drama Korea My Only One Episode 105-106 Part 3
|Tanpa basa-basi, langsung kita lanjut ke Sinopsis Drama Korea My Only One Episode 105-106 Part 3. Do Ran menangis sedih dalam kamarnya. Hal ini yang dilihat Hong Joo, ibu tirinya, saat mengintip kamar Do Ran. Akhirnya, Hong Joo menemui suaminya yang sedang bersiap-siap.
“Pak Kang. Do Ran menangis. Do Ran belum melupakan Dae Ryook. Dia mengkhawatirkan Dae Ryook.” katanya.
Pak Kang menghela nafas, “Mereka dahulu pasutri. Mana mungkin Do Ran begitu cepat melupakannya? Tentu saja Do Ran mengkhawatirkannya.”
“Jadi, aku berpikir mungkin kamu harus membiarkan mereka untuk rujuk.” Hong Joo berkata dengan hati-hati.
“Hong Joo. Saat aku hanya memikirkan Direktur Wang, itu juga yang kuinginkan. Aku pasti sudah melakukannya jutaan kali. Tapi yang harus Do Ran lalui dengan keluarga itu … Kamu tidak pernah tahu. Jadi, tolong jangan biarkan Do Ran mengetahui perasaanmu. Lebih baik baginya untuk menderita sekarang. Aku tidak bisa membiarkannya melalui hal yang sama lagi. Aku tidak pernah mau melihatnya menderita lagi.”
“Baiklah, Pak Kang. Aku paham.” kata Hong Joo sambil bergerak, memeluk suaminya.
“Terima kasih sudah mau mengerti.”
Pak Wang sedang bersiap-siap saat ia melihat isterinya berbaring di ranjang. Masih ada kesedihan di wajahnya. Ia sampai berubah jadi Jaka Sembung. Pak Wang menghampiri ranjang dan duduk.
“Kamu lupa semua perbuatanmu terhadap Do Ran? Bagaimana bisa kamu ke sana dengan tidak tahu malu?” kata Pak Wang.
“Lantas, aku harus bagaimana? Dae Ryook masih tidak bisa melupakan Do Ran. Dae Ryook nyaris mati. Bagaimana bisa aku diam saja dan melihatnya menderita?”
“Kamu seharusnya menerima Do Ran saat nama Pak Kang dibersihkan. Ini akibatnya karena keras kepala. Bagaimana bisa kamu bilang begitu?”
“Aku memang bersalah kepada Do Ran. Kukira dia akan menemuiku, jadi, aku menghampirinya. Aku mau bicara dengannya dan memohon pengampunannya. Tapi aku bertemu dengan Pak Kang. Aku mau meminta maaf dari lubuk hatiku.”
“Astaga. Jika menjadi dia, kamu mau kamu bicara dengan Do Ran? Jika menjadi dia, kamu mau membiarkan mereka rujuk? Sepengetahuanku, Pak Kang tidak akan membiarkan ini terjadi. Relakan saja. Ini yang kamu mau.” kata suaminya sambil beranjak berdiri dan pergi.
“Astaga! Bagaimana bisa dia sedingin itu? Bagaimana jika Dae Ryook hidup sendiri seumur hidup? Bagaimana jika dia minum setiap hari dan dilarikan ke IGD? Tidak bisa! Itu tidak boleh terjadi” si Mak mewek.
“Astaga. Kepalaku. Kepalaku sakit.”
Pak Kang sedang berada di toko kuenya. Sambil mempersiapkan semuanya. Ia teringat ucapan si Mak, “Aku tidak tahu Dae Ryook amat mencintai Do Ran. Aku tidak tahu dia amat mencintainya….”
Tiba-tiba ada pengunjung ke toko yang membuyarkan lamunannya.
“Selamat datang…”
“Permisi…”
“Astaga. Halo, Pak.”
Ternyata kakek Tae Pung yang datang.
“Aku kemari mau berterima kasih.”
“Mau berterima kasih kepadaku? Aku tidak begitu mengerti.” jawab Pak Kang.
“Seperti yang mungkin sudah kamu sadari, Tae Pung dahulu amat membenciku. Dia kabur dariku. Setiap kali aku menemukannya, dia bersembunyi dan menghilang lagi. Itulah kisah kami.” kata si kakek.
“Begitu rupanya.”
“Doronganmu membuat Tae Pung kembali pulang dan masuk perusahaan. Terima kasih, Pak Kang. Aku tidak percaya ini terjadi.”
Pak Kang tersenyum, “Tidak perlu sungkan. Aku tidak melakukan apa pun. Aku berutang banyak kepada Tae Pung.”
“Tae Pung amat menyayangimu. Tampaknya dia juga menyukai putrimu. Apa aku salah tebak?” tanya si kakek.
“Maksudmu, Do Ran?”
“Pak Kang. Bagaimana jika kita makan malam bersama lain kali? Untuk anak-anak kita. Aku akan menetapkan tanggalnya.”
Agak kaget namun merasa senang, pak Kang menjawab, “Baik, Pak Song.”
***
Pak Wang sedang berada di kantornya. Pintu diketuk dari luar.
“Ya?”
“Dae Ryook? Kamu baik-baik saja? Kamu tampak tidak sehat. Sebaiknya kamu beristirahat.”
“Aku baik-baik saja. Aku mau bicara dengan Ayah.”
“Begitukah? Ada apa?”
Dae Ryook mengeluarkan sesuatu. “Surat Pengunduran Diri”
Ayahnya tentu saja kaget, “Kamu… Apa ini?”
“Pimpinan Wang…. Maksudku, Ayah…. Aku mau pergi dan meninggalkan Korea untuk sementara.”
***
Dae Ryook juga menemui adik iparnya dan ibunya yang masih seperti Jaka Sembung..
“Aku pergi besok.”
Ibunya kaget, “Apa? Apa maksudmu? Kamu mau ke mana?”
“Aku mau bepergian ke luar negeri beberapa tahun untuk belajar dan beristirahat.”
“Apa? Apa maksudmu? Bagaimana dengan perusahaan?” tanya ibunya. Sudah start mau mewek.
“Aku sudah menyerahkan surat pengunduran diriku.” kata Dae Ryook.
“Kamu mau pergi berapa lama sampai menyerahkan surat pengunduran diri?”
“Aku tidak tahu akan butuh berapa lama. Aku akan naik untuk berkemas.” katanya dan beranjak pergi, naik ke kamarnya.
Ibunya mulai nangis, “Dia pasti sudah gila. Dia pasti kehilangan akal.”
“Ibu, apa yang harus kita lakukan dengan Kak Dae Ryook? Katanya dia tidak tahu akan pergi berapa lama. Artinya dia mungkin tidak akan kembali.” kata Da Ya.
“Astaga… Ini semua karena ibu. Jika ibu tidak menentang mereka rujuk, Dae Ryook tidak akan memutuskan untuk pergi ke luar negeri. Mereka amat saling mencintai. Kenapa ibu harus menentangnya? Bagaimana jika Dae Ryook menjalani sisa hidupnya di luar negeri? Apa yang harus aku lakukan…” si Mak beranjak juga dari situ.
“Aku tidak tahu harus berbuat apa….”
Da Ya masih bisa mendengar ibu mertuanya mengucapkan itu dengan sedih.
***
“Da Ya. Ada apa kemari?”
“Aku mau bicara. Kak, tolong keluar dan bicara denganku.”
“Maaf. Tapi aku sendirian di sini, jadi, tidak bisa keluar.”
“Lantas, kita bisa bicara di sini.”
“Soal apa?”
“Kak, Kak Dae Ryook mau pergi dari Korea besok malam.”
“Begitu rupanya.” jawab Do Ran. Dan … ya, dia kaget tentu.
“Jika pergi besok, dia tidak tahu kapan akan kembali. Dia mungkin tidak pernah kembali. Aku tahu aku tidak berhak ikut campur. Kak… Tolong cegah Kak Dae Ryook kali ini.”
“Apa?”
“Kak Dae Ryook … hanya punya Kakak. Putri Grup JS, So Young juga menyukai Kak Dae Ryook, tapi dia menolaknya mentah-mentah. Setelah putus dengan Kakak, Kak Dae Ryook tidak tidur atau makan dengan baik. Dia menderita setiap hari. Kak… Aku kasihan kepadanya.”
“Da Ya… Aku tidak mau mendengar itu.” kata Do Ran. Namun sikapnya berbeda dengan perkataannya. Kelihatan sekali dia sedih dan kaget.
“Aku akan jujur kepada Kakak…. Aku iri dengan Kakak. Nenek, Ayah, dan semuanya menyukai Kakak. Tidak seperti Yi Ryook, yang berselingkuh dariku, Kak Dae Ryook hanya mencintai Kakak. Jadi, aku amat iri dengan Kakak. Kurasa… itulah alasanku kejam kepada Kakak. Mulai sekarang, aku mau bersikap baik kepada Kakak. Aku sudah berbuat salah kepada Kakak hingga kini. Mulai sekarang, aku mau akrab dengan Kakak. Jadi, tolong berikan aku kesempatan sekali ini.” kata Da Ya yang menangis.
“Da Ya…”
“Kak… Jangan khawatir jika soal Ibu. Dia amat menyesal. Dia menanti Kakak kembali…”
Tiba-tiba Pak Kang muncul. Do Ran kaget.
“Ayah…”
“Kak. Aku pergi dahulu. Sampai nanti.” kata Da Ya yang kemudian pergi.
“Ada apa?”
“Ayah, itu… Bukan apa-apa.” jawab Do Ran yang berbalik ke dapur toko itu.
Pak Kang hanya menghela nafas sambil memandang anaknya.
***
Pak Kang tidak bisa tidur. Ia kembali teringat ucapan si Mak, “Jika Bi Cho tidak menemukannya, dia pasti tidak selamat. Aku akan meminta pengampunan dari Do Ran. Jadi, Pak Kang, tolong biarkan Dae Ryook rujuk dengan Do Ran. Kumohon….”
Pak Kang duduk.
Di kamarnya, Do Ran juga tidak bisa tidur. Ia terngiang ucapan Da Ya, “Kak Dae Ryook meninggalkan Korea besok sore. Jika pergi besok, dia tidak tahu kapan akan kembali. Dia mungkin tidak pernah kembali.”
***
Do Ran makan malam bersama Tae Pung. Berkali-kali ia melihat jamnya. Ia nampak gelisah.
“Do Ran. Kamu sedang memikirkan sesuatu? Kenapa terus melihat jam?”
“Bukan apa-apa…”
“Do Ran. Mau segelas anggur juga?”
Tiba-tiba ia seperti tersadar, “Ada apa denganku? Maaf…” katanya sambil menyeka setitik air mata dari sudut matanya.
Tae Pung bisa melihat ini, “Do Ran…”
“Maaf, Tae Pung. Aku tidak bisa melupakan Dae Ryook. Aku sungguh bersyukur kepadamu, tapi kurasa tidak benar mengencanimu selagi aku masih menyukainya. Kuharap kamu mengerti.”
Tae Pung terlihat kecewa. Namun ia tersenyum, “Do Ran… Aku baik-baik saja.”
“Maaf. Serta terima kasih banyak.”
Do Ran kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Do Ran berjalan dengan galau. Ia juga bingung harus bagaimana. Kalau menuruti hatinya, ia ingin segera menyusul Dae Ryook. Tapi … ia tidak mau mengecewakan ayahnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata ibu mertuanya menelepon.
“Halo, Bu.”
“Kamu di mana? Bisakah aku menemuimu soal urusan mendesak?”
Ibu mertuanya mendatangi Do Ran di toko.
“Aku terlalu malu untuk meminta pengampunanmu. Tapi bisakah kamu memaafkanku sekali ini saja? Aku menyesalinya sepenuh hatiku…” kata si Mak sambil menangis.
“Ibu….”
“Kurasa aku lupa apa yang terpenting dalam hidup. Do Ran. Maaf soal segalanya. Jadi, bisakah kamu mencegah Dae Ryook pergi? Hanya kamu yang bisa menghentikannya….”
Do Ran jadi bingung. Belum sempat ia menjawab, ayahnya muncul
“Ayah…”
Melihat Pak Kang, si Mak juga kaget dan agak takut, “Aku minta maaf. Aku amat tidak tahu malu setelah perbuatanku kepadamu. Maaf… Maaf….” si Mak pergi sambil menangis.
Do Ran menjadi sedih, “Ibu…”
Ia memandang ayahnya dengan air mata mengalir, “Maaf, Yah…. Tapi aku… mau mencegah Dae Ryook pergi.” Do Ran menangis.
Ayahnya memandang… dan senyum, “Baik… Do Ran. Lakukan apa kata hatimu.”
Do Ran menangis bahagia, “Terima kasih, Yah…”