Sinopsis Drama Korea My Only One Episode 103-104 Part 4
|Lanjut lagi kali ini kita ke Sinopsis Drama Korea My Only One Episode 103-104 Part 4. Kabar sikap Dae Ryook mencampakkan So Young ini langsung sampai ke rumah Mak Lampir. Da Ya yang dihubungi oleh So Young.
“Ibu.”
“Apa? Ada apa?” tanya si Mak.
“Kak So Young baru saja meneleponku. Kak Dae Ryook bilang kepadanya untuk tidak bertemu lagi.”
“Apa maksudmu? Dae Ryook mencampakkannya?” si Mak kaget.
“Ya. Kurasa Kak Dae Ryook mengakhiri hubungan mereka.”
“Benarkah itu?” si Mak yang melotot masih ga percaya juga.
“Kedengarannya Kak So Young amat syok. Dia memintaku bilang kepada Ibu bahwa dia akan tinggal di Amerika untuk sementara. Dia memintaku menyampaikan pesannya kepada Ibu karena dia tidak mau menangis saat bicara dengan Ibu.” kata Da Ya.
“Astaga…. Astaga….!”
“Aku pulang.”
“Hei, Dae Ryook. Kamu sudah mengakhiri hubunganmu dengan So Young? Benarkah itu?” tanya si Mak.
“Benar. Jadi, berhentilah bicara soal dia kepadaku.”
“Bagaimana bisa kamu melakukan ini?” tanya si Mak ga mengerti sikap anaknya.
“Aku tidak pernah menyukainya. Aku tidak melakukan apa pun yang harus kupertanggungjawabkan. Berhentilah menjodoh-jodohkan.”
“Baik. Lantas, kencani wanita lain. Ibu tidak bisa melihatmu rujuk dengan Do Ran. Jadi, jika kamu tidak menyukai So Young, kencani orang lain.” kata ibunya.
“Aku tidak mau. Aku mau melajang seumur hidupku.” kata Dae Ryook.
“Apa? Kamu akan hidup melajang? Kamu… Kamu pasti mengancam ibu karena ibu tidak merestui kalian. Silakan saja hidup melajang. Lebih baik hidup sendiri daripada hidup dengan putri pembunuh.”
“Ayahnya bukan pembunuh. Jaga ucapan Ibu.” giliran Dae Ryook jengkel. Ia berkata dengan nada tinggi.
“Astaga…. Astaga.” ibunya jadi kaget.
Melihat ini, Da Ya menenangkan ibu mertuanya, “Ibu baik-baik saja?”
“Ribut-ribut apa ini? Kamu bilang sesuatu kepada Dae Ryook?” rupanya si ayah dengar keributan ini.
“Sayang. Dia mengakhiri hubungannya dengan So Young. Dia sudah gila. Bagaimana bisa dia menolak rezeki? Tebak dia bilang apa. Dia bilang akan hidup melajang tanpa mengencani wanita lain.”
“Keadaannya akan makin buruk karena kamu resah.” jawab suaminya
“Apa? Aku resah? Kamu tidak melakukan apa pun, jadi, aku berusaha mengikat hatinya mewakilimu.”
“Sungguh? Maksudku, bagaimana bisa kamu mengikat hati seseorang? Kamu amat bodoh.” kata suaminya yang langsung berjalan pergi bekerja.
“Apa? Astaga. Apa dia baru saja bilang ibu bodoh? Astaga. Lantas, apa dia membiarkan kekacauan di rumah kita karena dia amat pintar? Ini amat memusingkan. Ibu melakukan ini demi keluarga ini, bukan demi diri ibu. Baik, biarkan mereka berbuat sesuka mereka. Ibu tidak akan ikut campur mulai sekarang.” ia juga masuk ke kamarnya.
Tinggal Da Ya sendirian di situ terbengong-bengong, “Bagaimana bisa Kakak mencampakkan So Young dari Grup JS? Aku tidak paham.”
***
Mak Lampir sedang tiduran di kamar setelah peristiwa tadi. Tiba-tiba masuk Nyonya Park. Demensia-nya kambuh.
“Ayah, di mana Myeong Hee?” teriaknya. Ia masuk dan melihat si Mak di situ, “Hei! Jalang!”
Dia langsung menghampiri si Mak dan mulai menjambaki rambutnya, “Dasar jalang!”
Si Mak berteriak-teriak ketakutan, “Hentikan!”
Nyonya Park masih mengamuk, “Kenapa kamu di ranjang ayahku? Dasar jalang!”
Untung si bapak belum berangkat, “Ibu, hentikan. Tolong. Ibu, tenanglah.” si bapak berusaha menenangkan ibunya.
“Ayah, di mana Myeong Hee?” tanya Nyonya Park.
“Tolong lepaskan dia.”
“Di mana Myeong Hee?”
“Ibu, lepaskan.”
Semua orang mendengar ini dan masuk ke kamar itu.
“Nyonya Park, berhenti. Astaga.”
“Ibu, kumohon.”
“Ayah. Di mana Myeong Hee?”
Dae Ryook segera berteriak, “Kak. Kak, tenanglah.”
“Ibu, kumohon. Tolong lepaskan.”
“Di mana adikku?” ia mendekati Dae Ryook, “Tolong cari Myeong Hee. Cari Myeong Hee.”
“Hubungi Dokter Kim. Bawa dia kemari. Cepat!”
“Myeong Hee….”
“Tenang, Bu.”
“Bawa dia kemari…”
“Tenang.”
“Myeong Hee.
Nyonya Park terus menerus mencari adiknya. Dae Ryook pergi mencari dokter Kim. Ketiadaan Myong Hee/Do Ran, memaksa ayah Dae Ryook kembali memanggil dokter. Hanya dengan bius, Nyonya Park akan tenang kembali.
“Kamu sudah mengantar Dokter Kim?” tanya Pak Wang melihat Dae Ryook masuk ke kamar Nyonya Park. Nyonya Park sendiri sudah tertidur.
“Ya. Dia menyuruhku meneleponnya jika ada yang terjadi.”
Ayahnya mengangguk dan pergi dari situ. Dae Ryook duduk mendekati neneknya, memegang tangannya dan menghela nafas.
Pak Wang masuk kembali ke kamarnya. Ia melihat si Mak masih terduduk dan menangis.
“Sayang. Mari buat Dae Ryook dan Do Ran rujuk.”
Mendengar ini, si Mak nangis.
“Sejujurnya Do Ran tidak bersalah. Kita menyuruh mereka bercerai karena ayahnya pembunuh. Kamu juga bilang dia gadis baik waktu itu. Tidak peduli betapa kamu menyangkalnya, Dae Ryook mencintai Do Ran. Sayang, mari restui mereka rujuk. Dengan begitu, Dae Ryook bisa bahagia, belum lagi ibuku dan kamu.” kata Pak Wang.
“Kamu yang pintar, jadi, uruslah sendiri. Aku tidak akan ikut campur sekarang.” katanya sambil menangis dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
“Baik, Sayang. Terima kasih. Aku akan menemui ayah Do Ran dan membahas ini dengannya. Aku rasa dia akan menyetujui ini.”
***
“Kenapa Anda mau menemuiku?”
“Maaf atas semua yang terjadi. Aku minta maaf.. Aku mau membahas pernikahan kembali anak kita denganmu.” kata Pak Wang.
“Maaf. Do Ran sudah melupakannya. Aku juga menentang ide itu. Istrimu mengunjungi toko kueku dan melarangku bahkan mengimpikan mereka rujuk karena Dae Ryook mengencani seseorang yang baik.”
“Istriku bilang begitu?” Pak Wang agak kaget mendengarnya.
“Di samping itu, aku menyaksikan sendiri betapa putriku melalui banyak kesulitan tinggal dengan keluargamu. Aku tidak mau dia menderita lagi. Aku tidak tahu kapan hari itu akan tiba, tapi aku mau menikahkannya ke keluarga yang damai.”
“Pak Kang…. Dae Ryook dengan tulus mencintainya.” kata Pak Wang.
“Benar, mereka amat saling mencintai. Tapi anda memisahkan mereka. Aku tidak mengerti kenapa anda tiba-tiba melakukan ini. Jika ini karena Nyonya Park, tolong hentikan. Kami sudah berbuat banyak, Pak. Aku tidak mau melihat Do Ran menangis lagi. Aku pergi dahulu. Sampai jumpa.”
Pak Kang berdiri dan meninggalkan tempat itu.
***
“Apa? Dia ditolak? Walaupun kamu menemuinya dan memintanya sendiri?” tanya si Mak.
“Benar.”
“Tidak bisa dipercaya. Kita menerimanya, jadi, dia seharusnya melepasnya. Apa dia jual mahal?”
“Bukan begitu. Kurasa tekadnya sudah bulat.”
“Sungguh?” tanya Dae Ryook.
“Dae Ryook… Menyerahlah soal Do Ran. Ayahnya tidak mau melepas Do Ran kemari. Ayah rasa kalian tidak ditakdirkan bersama. Lupakan dia.” Pak Wang berlalu dari tempat itu.
“Do Ran.”
Do Ran menghentikan kegiatannya mengepel lantai, “Ya?”
“Apa rencanamu hari ini? Ada janji?” tanya Tae Pung.
“Tidak ada apa-apa.”
“Mau menonton film bersama? Aku mau menonton film ini, tapi tidak mau sendirian. Bagaimana menurutmu?” tanya Tae Pung lagi.
Do Ran terlihat senyum, “Baik. Aku juga mau menonton ini.”
“Lantas, akan kubeli tiketnya.”
“Baik.”
***
Akhirnya, Tae Pung dan Do Ran menonton bersama. Saat keluar dari gedung bioskop, geng si Mak ternyata juga nonton dan mereka melihat Do Ran bersama Tae Pung.
“Hei. Itu menantu Eun Young. Astaga. Aku tidak percaya ini.” katanya sambil memotret. Ia mengirimkan foto ini kepada si Mak.
“Apa ini? Hei, ini tukang roti itu.” kata si Mak saat membuka pesan di ponselnya. “Dia berkencan dengan pekerja paruh waktu?” ia lalu menelpon gengnya,
“Ya, di bioskop. Kamu melihat fotonya? Mantan menantumu baru saja selesai menonton. Dia pasti mengencani pria itu.”
“Dia tidak ada hubungannya dengan kami sekarang. Walaupun kamu melihatnya lagi, jangan kirimi aku foto seperti ini lagi, ya?” kata si Mak dan langsung menutup telpon.
“Apa dia menolak membiarkan mereka rujuk karena pria itu? Tidak mungkin. Dae Ryook jauh lebih baik daripada pekerja paruh waktu. Hanya karena sudah bercerai, dia menonton film dengan sebarang orang?” tanyanya sendiri merasa tidak mengerti dengan sikap Do Ran.
Dae Ryook ada di kamarnya. Ia masih tidak bisa menerima dan tidak mengerti dengan penolakan Pak Kang. Pintu kamarnya diketuk, ia langsung pura-pura tidur.
“Hei, Dae Ryook. Tahukah kamu Do Ran mengencani seseorang?” tanya Si Mak sambil membangunkan Dae Ryook.
“Apa maksud Ibu?” tanya Dae Ryook sambil bangkit.
“Ini. Lihat ini. Lihat sendiri.” kata si Mak sambil menunjukkan foto kiriman di ponselnya.
Dae Ryook melihatnya, “Dia hanya pekerja paruh waktu di toko kue.” katanya.
“Ibu tahu…, jadi, kenapa Do Ran menonton film dengannya selarut ini?”
“Ibu…”
“Baik. Kamu bisa mati melajang. Wanita yang tidak bisa kamu lupakan mengencani pekerja paruh waktu. Sungguh berbeda. Bagaimana bisa dia mengencani seseorang seperti… Pecundang sesungguhnya di sini. Ibu hanya tidak merasa ibu melahirkanmu.” kata si Mak dan pergi meninggalkan kamar Dae Ryook.
Dae Ryook masih mengerutkan keningnya. Ia bangkit dan beranjak pergi.
“Do Ran. Aku mau pulang hari ini.”
“Sungguh?” tanya Do Ran.
“Pak Kang bilang dia akan memecatku jika aku tidak pulang. Jadi, aku tidak punya pilihan.”
“Tae Pung. Rumah akan lebih nyaman daripada toko. Kamu melakukan hal yang benar.”
“Tentu. Sejujurnya, orang tuaku sudah tiada dan aku hanya punya kakek.”
“Begitu rupanya…” sahut Do Ran.
“Orang tuaku meninggal sudah lama. Kakekku menentang pernikahan mereka. Dia tidak pernah mengakui pernikahan orang tuaku. Hari itu, mereka mengunjungi Kakek untuk meyakinkannya, tapi Kakek tidak membiarkan mereka masuk. Lalu mobil mereka tergelincir di tengah hujan.”
“Tae Pung…”
“Jadi, aku membenci Kakek. Apa yang akan terjadi jika Kakek membiarkan mereka masuk? Akankah orang tuaku masih hidup? Aku amat membencinya.”
Tae Pung lalu senyum, “Aku tahu bukan salah Kakek aku menjadi yatim piatu. Aku harus ada di sisinya sekarang. Hanya aku yang dia punya.”
“Itu benar.” kata Do Ran.
“Terima kasih sudah mendengarkan kisahku.”
“Sama-sama.”
“Kamu tidak harus mengantarku pulang.” kata Do Ran saat mereka sudah sampai di depan rumah Do Ran.
“Ini sudah larut. Aku akan merasa lebih baik mengantarkanmu pulang.”
“Terima kasih untuk filmnya. Aku menikmatinya.”
“Aku juga bersenang-senang karenamu. Serta aku menikmati makan malam. Aku mau mentraktirmu makan malam juga.”
“Kamu sudah membayar tiket film. Aku harus membayar makanannya.” kata Do Ran
“Kamu sebaiknya masuk, Do Ran.”
“Hati-hati di jalan.”
“Ya.”
Tae Pung berjalan pergi dari situ. Ia berbalik, lalu melambaikan tangannya. Do Ran membalas dengan senyum. Tae Pung tampak senang saat pergi.
Peristiwa ini rupanya dilihat oleh Dae Ryook yang ada di dalam mobilnya. Ia hanya bisa memandang sedih.