Sinopsis Drama Korea My Only One Episode 101-102 Part 4
|Diperlukan penanganan dokter untuk menenangkan Nyonya Park yang dipaksa pulang oleh Pak Wang dari rumah sakit. Kenyataan ia dipisahkan dari Myong-Hee selalu membuatnya mengamuk.
“Aku sudah membiusnya. Dia akan tertidur untuk beberapa saat. Beri tahu aku jika ada yang tidak beres.” kata dokter pada pak Wang.
“Baik.”
***
“Apa yang sudah kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu menampar pipi Do Ran? Apa kamu sudah gila?” tanya Pak Wang kepada si Mak, isterinya.
“Maaf. Aku salah. Aku melakukannya karena dia terus menemui Dae Ryook, padahal mereka sudah bercerai. Aku tidak mau dia menghalangi Dae Ryook. Itulah alasanku melakukannya.”
Mak Lampir mulai nangis-nangis, “Tapi aku tidak bisa sekadar menyaksikan putraku rujuk dengan putri si pembunuh itu. Itulah alasanku melakukannya…. Itulah alasannya…. Itulah alasanku melakukannya…”
Pak Wang hanya memandang pada isterinya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah kenapa. Yang jelas, dia tidak sedang olahraga.
***
Pak Kang sedang berdiri di dekat jendela kamar rumah sakit, saat Do Ran masuk mengantar minuman.
“Ayah.”
“Hei, Do Ran.” katanya sambil menerima gelas yang diberikan Do Ran.
Keluarga Go Rae tiba di situ. Yang Ja segera menghampiri Pak Kang, “Kamu sungguh sudah bangun. Terima kasih banyak sudah repot-repot.”
“Dengan senang hati.” jawab Pak Kang. Ia lalu memandang Go Rae, “Pak Jang….
“Aku sungguh minta maaf. Kukira Anda sudah pulih dan pulang dari rumah sakit. Maaf sudah membuat Anda melalui semua ini karenaku.”
Pak Kang maju dan menjabat tangan Go Rae, “Tidak apa-apa. Aku senang melihatmu sehat seperti ini. Aku amat lega. Sungguh… Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.”
“Terima kasih. Terima kasih banyak.” kata Go Rae lagi.
“Kamu sungguh tidak perlu merasa terbebani karenaku. Aku hanya mau kamu hidup dengan sehat dan bahagia.”
“Pak Kang. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan menantuku. Dong Chul pasti juga bersyukur di atas sana. Serta… Serta aku minta maaf atas segalanya.” kata Yang Ja yang menangis dan keluar dari kamar itu.
“Terima kasih. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu.” sekarang Hong Shil yang bicara.
“Tidak perlu sungkan. Aku yang lebih bersyukur.”
Do Ran hanya bisa menangis melihat semuanya.
***
“Kak, kapan Kakak datang?” kata Hong Joo seraya bangun.
“Baru saja.”
“Kak. Apa biasanya semengantuk ini saat hamil? Aku tidak melakukan apa pun selain tidur seharian hari ini. Kenapa mataku amat berat? Aku sebaiknya menemui Pak Kang sekarang.”
“Hong Joo… Pak Kang sudah siuman.”
Hong Joo terkejut, “Apa? Dia sudah bangun? Kapan?”
“Beberapa saat lalu.”
“Kenapa Kakak baru memberitahuku?”, katanya dan langsung turun dari tempat tidur, “Aku tertidur pulas tanpa tahu dia sudah siuman. Aku harus langsung menemuinya.”
“Hong Joo…. Kamu tidak akan memberitahunya soal kehamilanmu, bukan?”
“Kak. Aku khawatir karena agak terlalu tua untuk menjadi seorang ibu, tapi dia akan bahagia mendengar kabar ini. Jadi, untuk apa aku merahasiakan ini darinya?”
“Kamu sungguh ingin bayimu hidup seperti Do Ran?”
“Kak…. ”
“Dia diceraikan karena dia putri pembunuh. Dia kehilangan segalanya karena aib itu.”
“Kak. Teganya Kakak melakukan ini kepada Pak Kang. Kakak lupa dia menyelamatkan Go Rae? Bagaimana bisa… Apa mau Kakak?”
“Ya. Kakak bersyukur dia menyelamatkan Go Rae. Kakak tidak akan melupakan perbuatannya. Tapi Hong Joo… Pria itu… Dia membunuh suami kakak. Dia tidak bisa menjadi keluarga kita. Jadi, Hong Joo…”
“Kak. Jangan bicara lagi. Aku akan, apa pun yang terjadi, merawat bayi ini.” kata Hong Joo seraya berlalu.
***
“Pak Kang!” teriak Hong Ju sesampainya di kamar.
“Bu Na…” hanya Do Ran yang ada di sana.
“Kudengar dia sudah siuman. Di mana dia?”
“Dia berjalan-jalan untuk berolahraga.”
“Dia berjalan-jalan sekarang? Semuanya baik-baik saja?”
“Ya, hasil tesnya bagus dan dia bisa segera pulang.”
“Sungguh?” tanya Hong Joo dengan gembira, “Aku akan pergi menemuinya.”
“Baik. Silakan.” kata Do Ran. Di jadi senang ada orang selain dirinya, yang menyayangi Pak Kang”
“Pak Kang…”
“Pak Kang…. Aku tahu kamu akan pulih total. Terima kasih, Pak Kang. Maaf. Tanpa tahu kamu sudah siuman, aku berbaring seharian. Aku merasa amat mengantuk.”
“Hong Joo. Mari duduk. Ada yang ingin kusampaikan.” kata Soo Il.
“Aku juga mau menyampaikan sesuatu. Kamu dahulu.”
“Hong Joo. Jangan menemuiku lagi. Walaupun kamu datang, aku tidak akan ada di sini.”
“Apa maksudmu? Kamu mau pergi?” Hong Joo terkejut.
“Ya.”
“Ke mana kamu akan pergi? Aku akan ikut denganmu.”
“Aku akan pergi ke tempat di mana tidak ada yang bisa menemukanku. Tempat yang tidak diketahui siapa pun.”
“Pak Kang. Kamu tidak boleh pergi. Apa pun kata orang, kamu tidak boleh lemah. Kamu tidak boleh pergi.”
“Pak Kang. Aku akan ikut denganmu. Aku akan mengikutimu. Mari pergi jauh. Mari pindah dan tinggal bersama.”
Pak Kang langsung berbalik. Hong Joo melanjutkan, “Aku hamil. Aku mengandung bayi kita.”
“Hong Joo. Do Ran-ku kehilangan segalanya karena aku. Karena perbuatanku, Do Ran dipanggil putri pembunuh. Memiliki orang yang dicintai menderita karenaku adalah sesuatu yang tidak mau kualami lagi.”
“Hong Joo. Tolong tinggalkan aku. Kumohon. Berpura-puralah… Berpura-puralah aku sudah mati dan tiada. Hanya panggil aku orang jahat dan lupakan aku. Kumohon.” Pak kang mulai menangis.
Hong Ju yang berurai air mata akhirnya berkata, “Jika aku pergi, akankah itu membuatmu sedikit lebih baik? Baik. Mari lakukan sesuai keinginanmu. Pergilah ke tempat orang tidak mengenalmu. Aku akan… Aku akan menjagamu tetap di hatiku. Tapi bayi ini… Aku akan merawatnya. Aku akan merawatnya dan mengasuhnya.”
Hong Ju kemudian meninggalkan Pak Kang sendirian di tempat itu.