Sinopsis Drama Korea Hotel Del Luna Episode 3 Part 5
|Oke, mari kita lanjut dengan sinopsis drama Korea Hotel Del Luna episode 3 part 5.
“Benar. Gunakan itu untuk kembalikan tubuhku sekarang.” kata Yu-Na, saat memberikan kalung. Ternyata, Man Wol menemui Yu-Na dahulu sebelum berangkat ke rumahnya. Tentu tanpa sepengetahuan Chan-Seong.
“Aura di sini tak hilang dengan mudah.” jawab Man-Weol sembari mengangkat kalung itu.
“Katakan saja pada orangtuaku. Mereka akan melakukan apa saja untukku.” kata Yu-Na lagi dengan tersenyum penuh kemenangan.
“Tentu saja mereka harus. Karena mereka yang membuatmu.”
***
“Apa yang ingin kau bicarakan dengan kami tentang putri kami?” tanya ibu Yu Na.
“Yu Na membunuh seseorang.” jawab Man Wol. Terlihat bahwa orang tuanya tidak terkejut.
“Tahukah kau… bahwa teman sekelas Yu Na bunuh diri di jembatan itu?
Kedua orang tua Yu-Na mengangguk.
“Itu tak sepenuhnya benar. Putrimu membunuhnya.” Man Wol tertawa kecil setelah mengatakan ini.
“Kalung ini adalah buktinya.” katanya lagi sambil menunjukkan kalung itu kepada orang tua Yu Na.
“Apa yang kau inginkan?” dengan agak cemas, ayah Yu-Na bertanya.
“Mendapatkan imbalan.” jawab Man-Weol santai. Lalu ia tersenyum.
***
Sementara itu, di atas jembatan …
“Menurutmu, apa aku salah membunuh Yu Na?” tany Su Jung
“Ayo kita cari cara.” jawab Chan-Seong
“Cara apa? Tak peduli apa yang kulakukan, aku tak bisa hidup kembali. Aku ingin hidup! Bahkan walau mereka memanggilku parasit, aku masih ingin hidup.” kata Su Jung sambil menangis. Ia kemudian beranjak untuk naik ke teralis jembatan. Buru-buru Chan-Seong memegang tangannya.
“Lepaskan aku! Tolong lepaskan aku. Aku tak bisa biarkan dia kembali ke tubuh ini dan hidup seperti tak ada yang terjadi. Tolong lepaskan aku!” Su Jung menangis dan berteriak.
Chan-Seong bisa merasakan kesedihan gadis ini. Memang terasa tidak adil. Ini tidak adil.
“Tunggu sebentar.” katanya. “Aku akan ambil kalung itu. Kau harus hidup di dalam tubuh ini, mengerti?” Chan-Seong segera berbalik. Baru saja ia memutar tubuhnya, Man Wol ternyata sudah berada di situ. Chan-Seong segera berlari mendekati Man-Wol.
“Di mana kalung itu?” tanya Chan-Seong. “Kita belum bisa biarkan dia kembali ke tubuhnya! Tak adil untuk gadis itu!
“Aku sudah kembalikan kalung itu. Sudah ada di tangan orang tuanya.” jawab Man Wol.
***
Flash back lagi sedikit. Sesaat sebelum Man Wol sampai di tempat itu
“Jadi, kalung ini milik gadis yang sudah mati itu, ‘kan?” tanya ibu.
“Kata wanita itu, ini satu-satunya bukti.” kata ayah.
Man Wol memang mengatakan kepada kedua orang tua Yu Na bahwa ada dua cara untuk membayar apa yang Yu Na lakukan. Pertama, mengambil kalung sebagai bukti atas membuktikan kesalahan putri mereka dan menghukumnya. Serta mereka juga harus meminta maaf kepada arwah teman putri mereka. Yang kedua, mereka dapat menyimpan rahasia ini dan menyingkirkan kalung ini. Karena itu satu-satunya bukti. Ayah dan Ibu Yu Na juga setuju untuk membayar Man Wol, sebanyak yang diinginkannya. Tanpa diketahui orang tuanya, arwah Yu Na juga ada di situ menyaksikan kesepakatan itu.
“Semuanya akan kembali normal, ‘kan?” tanya arwah Yu Na setelah Man Wol keluar.
“Tentu saja. Sesudah kalung itu hilang, tak ada yang akan tahu bahwa kau membunuhnya.” jawab Man Wol.
“Tak ada yang akan tahu, ‘kan?” tanya arwah Yu Na lagi. Kali ini dia tersenyum senang.
“Sudah kubilang dendamnya sangat kuat, bukan?” kata Man Wol, ” Sesudah kalung itu dibakar, kesempatanmu mendapatkan pengampunan darinya juga akan hilang untuk selamanya.”
“Tak masalah.” jawab arwah Yu Na.
“Tidak. Kau tak akan pernah bisa kembali ke tubuhmu.”
“Ya?” kali ini arwah Yu Na kaget.
“Arwahmu akan benar-benar mati tanpa disadari siapa pun.” kata Man Wol sambil tersenyum kejam…
Giliran arwah Yu Na jadi panik. Ia tak menyangka akan dikerjai Man Wol seperti ini. Padahal, ayah dan ibunya sedang membakar kalung itu. Sambil mengumpat, ia segera berlari masuk kembali. Ia melihat kedua orang tuanya memandangi kalung yang mereka bakar. Arwah Yu Na berteriak-teriak histeris. Meminta agar kalung itu dikeluarkan dari tungku api. Orang tuanya tidak mendengar tentu saja. Perlahan.. tubuhnya mulai menghilang. Hancur seperti abu tertiup angin.
Tanpa mereka sadari, mereka telah membunuh putri mereka sendiri.
“Kau harus hidup dalam tubuh itu sekarang.” kata Man Wol kepada arwah Su Jung yang ada di tubuh Yu Na.
“Meskipun kau parasit pada tubuh itu. Cobalah yang terbaik untuk hidup lagi.” lanjut Man Wol.
“Dia sudah menjadi parasit sejati. Tapi… dia mendapati dirinya sebagai orang kaya. Aku yakin mereka akan manjakan dia tanpa mengetahui putri mereka hanyalah kulitnya.” katanya sembari tertawa kecil.
“Gadis itu akan kesulitan sambil menonton wajahnya sendiri. Ini tak boleh.” kata Chan-Seong.
“Dia hanya membayar atas apa yang dia perbuat.” kata Man Wol.
Mendengar ini, Chan-Seong jadi teringat apa yang pernah dikatakan oleh Sun-bi si bartender. Bahwa Man Wol juga di hukum. Diikat di hotel Del Luna.
“Kau juga membayar atas apa yang kau perbuat? Aku dengar kau dihukum.”
Man Wol menjadi diam. Terhenti dari keasikannya menghitung emas di koper yang diberi oleh ayah Yu Na. Imbalannya.
“Benar. Seseorang bilang aku sombong dan bodoh. Meskipun aku tak setuju dengan itu.” kata Man Wol
“Ooh.”
“Apa itu? Kau baru saja bilang, “Oh”? Apa kau meremehkanku?” Man Wol mulai sewot.
“Tidak. Terkadang. Tidak, sangat jarang … aku merasa kasihan padamu.”
Tiba-tiba ponsel Man Wol berbunyi. Sebuah SMS masuk.
-=SMS=- -=Pre-order untuk edisi XJ50 sudah dibatalkan.=-
Melihat ini, Man Wol langsung jengkel. “Apa ini??! Mobil yang kupesan dibatalkan. Situasi macam apa ini Bagaimana ini mungkin? Apa mereka meremehkanku? Dasar daging mati….
Man Wol terus berteriak-teriak marah.
***
“Saat Sajang-nim marah, dia banyak meminum champaign. Oh Jaebeiin-nim selalu menyiapkannya untuknya.”
“Aku tak tahu posisiku harus melayani alkohol Sajang-nim.” kata Chan-Seong
“Kau sangat sial. Kau berada di urutan ketiga, tapi akhirnya kau jadi manajer kami. Kami tak tahu kau akan datang juga.” kata Hyun Joong sambil mengambil sampanye. Chan Seong mengerutkan keningnya.
“Apa maksudmu aku di urutan ketiga?”
Sadar ia telah keceplosan, buru-buru Hyun Joong berkata,”Mereka bilang untuk tak bicarakan tentang kau ada di urutan ketiga.” wajahnya elik saat mengatakan ini.
“Maksudmu aku berada di urutan ketiga untuk pekerjaan?”
“Tidak.” Hyun Joong mencoba menghentikan pembicaraan ini.
“Artinya ada dua lainnya dalam antrean di depanku.” kata Chan-Seong
“Kini kau di sini, jadi kau pemenangnya.” Hyun Joong masih berusaha keras agar pembicaraan ini tidak berlanjut. Tapi Chan-Seong keburu sewot.
“Ini adalah hal yang tak kusukai.”
“Di sini.”
“Apa ini?” tanya Chan-Seong.
“Tanda ini menunjukkan, ini milik Sajang-nim. Jika ada tanda ini, berarti milik Sajang-nim.”
Tanda itu seperti tidak asing bagi Chan-Seong. Ah … benar.. ia melihat tanda itu dalam mimpinya. Tanda itu ada di guci arak milik Man Wol. Saat Man Wol berada di pinggir danau bersama si kapten.
Chan-Seong lalu membawa kotak berisi sampanye itu. Ia akan menemui Man Wol. Ia berpapasan dengan Seo Hee si penanggung jawab kamar.
“Choi Siljang-nim. Kau tahu seperti apa Sajang-nim saat masih hidup? Apa maksudnya dia diikat untuk hukuman?” tanya Chan-Seong.
“Kau hanya orang yang lewat. Seperti orang-orang yang singgah selama bertahun-tahun, pertimbangkan bahwa kau hanya berkunjung sebentar, dan tinggalkan tempat ini secepat mungkin sesuai keinginan.” jawab Seo Hee. Kemudian ia pergi meninggalkan ruangan itu.
Chan-Seong berjalan mendekati foto-foto di dinding ruangan itu. Terpampang foto Man Wol dari jaman ke jaman.
“Kenapa kau habiskan waktu yang lama seperti ini?”
Ada juga foto pohon yang tak berdaun. Melihat foto ini, Chan-Seong jadi ingin pergi ke taman, di mana pohon besar itu berada.
“Tak berdaun.”
“Sedang apa di sini?” tiba-tiba Man Wol sudah berada di belakangnya. Berjalan menuju ke arahnya, lalu meletakkan botol sampanye di meja yang ada di situ.
“Kau tak tunjukan kebun kepadaku, jadi kuputuskan untuk mampir.” kata Chan-Seong.
“Para tamu tak boleh datang ke sini. Kau tak perlu lihat ini.”
“Apa ini pohon itu? Pohon yang disentuh ayahku. Alasan kenapa aku dijual ke sini?” tanya Chan-Seong
“Benar. Kau menerima konsekuensinya juga.”
“Tapi tak harus aku. Kudengar aku yang ketiga dalam daftar. Aku benar-benar berpikir harus aku. Kau bilang, kau menyukaiku, jadi kubuat keputusan besar untuk datang ke sini. Tapi aku di sini diurutan ketiga.” kata Chan-Seong agak kesal.
“Ya, ada 1 dan 2 tempat yang ada di daftar sebelum kau.”
“Benar aku diurutan ketiga? Bukan diurutan keempat atau kelima?” tanya Chan-Seong.
“Siapa bilang kau yang ketiga?
“Ada lebih banyak sebelum aku?”
“Kau di posisi nol. Di posisi nol. Benar tak harus kau. Karena kau benar-benar bisa membuatku suka.”
“Kau mau juga? Ini hadiah untuk mengatakan bahwa kau akan mengambil harga yang mahal untuk lukisan Gunung Baekdu.” kata Man Wol menawarkan minuman.
“Apa kau pikir harimau melihat apa yang ingin dilihatnya dalam lukisan itu?”
“Dia mungkin pergi tanpa mengeluh karena dia melakukannya. Dia melihat masa lalu seperti mimpi, masa di mana dia tak pernah bisa kembali. Dia pasti sangat menyukainya.” kata Man Wol.
“Aku yakin kau punya sesuatu yang kau lewatkan di masa lalu yang tak dapat kau putar kembali. Sepertinya aku melihat itu.”
Man Wol urung meminum sampanye yang ada di tangannya. Ia menatap Chan-Seong dengan agak kaget.
“Sudah kubilang aku melihatmu dalam mimpi.”
“Mimpi?” tanya Man Wol tanpa ekspresi yang jelas.
“Kau tersenyum di bawah pohon besar. Saat seseorang bilang mereka akan membangun rumah untukmu, Kau bilang sesuatu yang jahat seperti yang kau lakukan sekarang, tapi kau bahagia…
Kata-kata Chan-Seong semakin membuat Man Wol merasa kaget. Ia jadi teringat …
“Bulan bersinar di atas hutan belantara tempat kau minum, dan dipenuhi dengan suara instrumen, seiring dengan tawamu. Kau penuh dengan sukacita dan kebahagiaan. Kau tak sendirian seperti sekarang. Kau punya seseorang di sisimu. Orang yang mengajari cara menulis namamu, Man Weol. Apa itu orang yang paling kau lewatkan selama kau tinggal di sini?” tanya Chan-Seong
Man Wol yang masih tak percaya mimpi Chan-Seong seperti itu, lalu … bertanya,
“Kau… Kau sungguh… melihat dia?”
“Kau sudah … menunggu orang itu selama periode waktu yang lama ini, ‘kan?” tanya Chan-Seong.
“Kenapa kau melihat sesuatu seperti itu?”
“Benar. Kenapa aku melihatmu? Aku takut, aku mungkin harus menerima konsekuensinya.”
“Jang Man Weol. Sesudah mulai melihatmu, aku memikirkanmu… sangat, sangat sering. Jang Man Weol, kau melahap semua malam dan mimpiku.” kata Chan-Seong.
Episode 3 selesai.